Swarasultra.com, Kendari - Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Ir. Hugua, M.Ling., menerima kunjungan kerja Komisi II DPR RI dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kabupaten dan Kota masa persidangan IV Tahun sidang 2024–2025. Pertemuan tersebut berlangsung di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara pada Kamis (17/7/2025).Wakil Gubernur Sultra Ir Hugua saat menerima komisi II DPR RI di ruang pola kantor gubernur Sultra, Kamis (17/7/2025). (Foto : Istimewa)
Rombongan Komisi II DPR RI dipimpin oleh H. Mohammad Toha, M.Si., dan turut dihadiri oleh sejumlah anggota DPR RI lintas fraksi, seperti M. Taufan Pawe (Fraksi Golkar), Fauzan Khalid (Fraksi NasDem), Ali Ahmad (Fraksi PKB), Kyai H. Aus Hidayat Nur, serta Rusda Mahmud. Dari jajaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hadir Forkopimda, para bupati/wakil bupati, antara lain Bupati dan Wakil Bupati Muna, Wakil Bupati Buton, Wakil Bupati Konawe, serta perwakilan Bupati Kolaka.
Ketua Rombongan Komisi II DPR RI, H. Mohammad Toha, menjelaskan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari tugas Panitia Kerja (Panja) dalam menyusun dan menyempurnakan RUU tentang kabupaten/kota. Khusus di Sulawesi Tenggara, terdapat empat kabupaten utama yang menjadi perhatian, yaitu Muna, Buton, Konawe, dan Kolaka, karena dibentuk berdasarkan regulasi terdahulu dan kini perlu disesuaikan dengan ketentuan konstitusi UUD 1945.
“Tujuan utama kami datang ke Sultra adalah untuk menghimpun masukan dari pemerintah provinsi dan kabupaten terkait substansi RUU, termasuk kekhususan historis dan budaya di masing-masing daerah. Sulawesi Tenggara memiliki kekayaan sejarah yang luar biasa, termasuk keberadaan kerajaan dan kesultanan yang belum banyak diakomodasi dalam regulasi nasional,” ujar Toha.
Ia menambahkan bahwa pihaknya meminta seluruh masukan dari daerah disampaikan secara tertulis paling lambat hari Senin agar dapat dijadikan bahan dalam pembahasan lanjutan RUU di tingkat pusat.
Sementara Wakil Gubernur Sultra, Ir. Hugua, menyampaikan sejarah dan dinamika pemekaran wilayah di Sultra. Ia menegaskan bahwa Buton memiliki landasan historis yang kuat sebagai kerajaan dan kesultanan tua yang eksistensinya setara dengan Kesultanan Ternate, Gowa, bahkan Kasultanan Yogyakarta.
“Buton adalah kerajaan besar yang berusia lebih dari 400 tahun dan berperan penting dalam sejarah Nusantara. Jika Ternate dan daerah lain sudah menjadi provinsi, maka secara historis Buton pun sangat layak untuk itu,” ujar Wagub Hugua.
Terkait sengketa wilayah Pulau Kawi-Kawia antara Sultra dan Sulsel, Wagub Hugua menegaskan bahwa status pulau tersebut sudah sangat jelas berdasarkan regulasi yang sah. Ia merujuk pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan, yang memasukkan Pulau Kawi-Kawia ke wilayah Buton Selatan, Sultra.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-VI/2018, yang menegaskan bahwa Pulau Kawi-Kawia sah menjadi bagian dari Kabupaten Buton Selatan.
“Jadi secara hukum dan konstitusi, tidak ada lagi ruang perdebatan. Mahkamah Konstitusi adalah institusi tertinggi dalam penegakan konstitusi. Maka, keputusan tersebut harus dihormati dan dilaksanakan,” tegasnya.
Mantan Bupati Wakatobi ini menerangkan bahwa pengkodean administratif wilayah oleh Kemendagri yang belum diselaraskan dengan putusan MK dan UU harus segera diperbaiki agar tidak menjadi polemik berkepanjangan.
Dalam pertemuan itu perwakilan dari empat kabupaten menyampaikan sejumlah pandangan yakni Bupati Muna Bachrun Labuta, menekankan pentingnya penetapan Hari Jadi Daerah dan pengakuan terhadap karakteristik wilayah kepulauan yang khas.
Sementara Wakil Bupati Buton menyoroti pentingnya pengakuan terhadap sejarah Kesultanan Buton dan mendukung aspirasi pemekaran Provinsi Kepulauan Buton (Kepton). Ia juga mengkritisi penggunaan aspal impor, sementara aspal Buton belum dioptimalkan di daerah sendiri.
Wakil Bupati Konawe Syamsul Ibrahim mengangkat isu sejarah administratif saat satu desa di Kecamatan Routa berpindah ke Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, karena ketidakhadiran biro pemerintahan Sultra dalam sidang batas wilayah. Terakhir perwakilan Kabupaten Kolaka menggarisbawahi pentingnya penguatan identitas budaya Kerajaan Mekongga sebagai bagian dari substansi RUU.
Komitmen Komisi II DPR RI
Menanggapi aspirasi tersebut, ketua tim komisi II DPR RI Mohammad Toha menegaskan bahwa seluruh masukan dari daerah akan menjadi bahan penting dalam finalisasi RUU. Ia mengakui bahwa kekayaan sejarah dan budaya di Sultra, khususnya di empat kabupaten tersebut, menjadi karakteristik unik yang perlu diakomodasi secara konstitusional.
“Termasuk soal Pulau Kawi-Kawia, kami mengakui bahwa dasar hukum yang ada UU dan putusan MK sudah sangat jelas. Maka itu harus menjadi bagian dari konsideran dalam penyusunan RUU ini,” ujarnya kepada media.
Toha juga menyampaikan bahwa dari total 254 daerah yang menjadi fokus pembahasan RUU, sebanyak 132 telah diselesaikan, dan kini tersisa 112 kabupaten/kota yang masih membutuhkan penyempurnaan regulasi. Komisi II berkomitmen menyelesaikan pembahasan ini bersama mitra kementerian/lembaga terkait sesuai amanat konstitusi.
Rangkaian kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke Sulawesi Tenggara ini menjadi momentum strategis untuk menegaskan posisi historis dan konstitusional empat kabupaten utama Sultra. Pemerintah provinsi dan kabupaten diharapkan segera merampungkan dokumen masukan tertulis agar dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di tingkat pusat. (Red)
› Buton
› DPR RI
› Kolaka
› Konawe
› Muna
› Pemerintahan
› Sultra
› Wagub Sultra
Kunjungi Sultra, Komisi II DPR RI Fokus Revisi Regulasi Daerah 4 Kabupaten Kota
Kunjungi Sultra, Komisi II DPR RI Fokus Revisi Regulasi Daerah 4 Kabupaten Kota

Redaksi SwaraSultra.com
ADD BANNER HERE
Komentar
