AKBP Ramses T (dok) |
KENDARI - Tim Investigasi Polda Sulawesi Tenggara
(Sultra) menyatakan, seorang perwira berpangkat AKBP tidak terlibat dalam aksi
pembunuhan terhadap dua wanita yang ditemukan di lokasi berbeda di wilayah
Sultra.
Inspektur
pengawasan daerah (Irwasda) Polda Sultra, Kombes Pol. Rajim Asianto mengatakan,
pihaknya belum menemukan fakta hukum terkait adanya keterlibatan AKBP R
dalam kasus pembunuhan dua wanita asal Jakarta dan Medan tersebut.
"
Hasil investigasi tim yang terdiri dari bagian Provam, Reskrim Polda Sultra, sejauh
ini belum ada bukti kuat yang mengarah pada keikutsertaan Pak Ramses itu dalam kasus
terbunuhnya Windy Evelyn dan Nur Hasanah," tegasnya di Mapolda Sultra, Jumat
(29/11/2013).
Meski Andi Samsudin “bernyanyi” dihadapan penyidik Polres Kendari, bahwa Ramses menerima aliran dana sebesar Rp 258 juta untuk kepentingan permohonan penangguhan suami korban Wendy, namun tim investigasi Polda Sultra menyatakan itu hanya alibinya saja.
" Kami tidak mengacu pada pengakuan AS, mana buktinya kalau dia (AS-red) mentransfer atau saksi yang melihat langsung jika AS dan Ramses melakukan traksaksi? Jadi kalau hanya pengakuan, kami tidak bisa tindaki anggota. Tetapi kalau nanti ada bukti kuat, seperti saksi atau bukti lainnya yang mengarah ke Ramses, pasti akan kami tindaklanjuti,” katanya.
Meski Andi Samsudin “bernyanyi” dihadapan penyidik Polres Kendari, bahwa Ramses menerima aliran dana sebesar Rp 258 juta untuk kepentingan permohonan penangguhan suami korban Wendy, namun tim investigasi Polda Sultra menyatakan itu hanya alibinya saja.
" Kami tidak mengacu pada pengakuan AS, mana buktinya kalau dia (AS-red) mentransfer atau saksi yang melihat langsung jika AS dan Ramses melakukan traksaksi? Jadi kalau hanya pengakuan, kami tidak bisa tindaki anggota. Tetapi kalau nanti ada bukti kuat, seperti saksi atau bukti lainnya yang mengarah ke Ramses, pasti akan kami tindaklanjuti,” katanya.
Kendati
demikian, lanjut Rajim, pihaknya mendapat pengakuan dari oknum perwira polisi telah
menerima uang sebesar Rp 5 juta, tetapi bukan untuk kepentingan penangguhan
penahanan seperti yang dikemukakan tersangka.
“ Dana itu
diterima Ramses jauh sebelum perkara suami korban, Hefahmi disidik penyidik Polda Sultra dan tidak kaitannya
dengan penangguhan penahanan,” tambahnya.
Pihaknya
juga terang Rajim, tak akan menonaktifkan AKBP Ramses dari jabatannya sebagai
Satgas People Summagling.
Perkara ini berawal, saat korban Windy Evelyn datang dari Jakarta ke Kendari sekitar pertengahan September 2013, untuk mengurus penangguhan suaminya Helfahmi yang menjadi tersangka dalam kasus penyeludupan imigran ilegal.
Niatnya untuk berusahan menolong suaminya berujung maut, setelah Wendy dan istri ponakannya Nur Hasanah meregang nyawa di tangan pelaku pembunuhan pada 23 September 2013. Mereka menghembuskan napas terakhir setelah dicekik oleh tersangka JM dan CL dalam kendaraan di sekitar Kota Kendari.
Pelaku kemudian membuang jasad kedua wanita itu secara terpisah, yakni korban Windy Evelyn di buang di kawasan hutan rotan di Desa Tetewatu, Kecamatan Wiwirano, Kabupaten Konawe Utara dan Nur Hasanah di pegunungan Meluhu, Kecamatan Meluhu, Kabupaten Konawe.
Kedua korban malang itu ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Tubuhnya tak utuh lagi, yang tersisa hanya tulang belulang dan tengkorak. Tak lama berselang, pihak kepolisian berhasil menciduk empat pelaku pembunuhan dua wanita itu di lokasi berbeda. Keempat tersangka itu yakni, JM (24), AS (43), AG (37) dan CL (33). Mereka kini sudah meringkuk dalam sel tahanan Polres Kendari adalah
Perkara ini berawal, saat korban Windy Evelyn datang dari Jakarta ke Kendari sekitar pertengahan September 2013, untuk mengurus penangguhan suaminya Helfahmi yang menjadi tersangka dalam kasus penyeludupan imigran ilegal.
Niatnya untuk berusahan menolong suaminya berujung maut, setelah Wendy dan istri ponakannya Nur Hasanah meregang nyawa di tangan pelaku pembunuhan pada 23 September 2013. Mereka menghembuskan napas terakhir setelah dicekik oleh tersangka JM dan CL dalam kendaraan di sekitar Kota Kendari.
Pelaku kemudian membuang jasad kedua wanita itu secara terpisah, yakni korban Windy Evelyn di buang di kawasan hutan rotan di Desa Tetewatu, Kecamatan Wiwirano, Kabupaten Konawe Utara dan Nur Hasanah di pegunungan Meluhu, Kecamatan Meluhu, Kabupaten Konawe.
Kedua korban malang itu ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Tubuhnya tak utuh lagi, yang tersisa hanya tulang belulang dan tengkorak. Tak lama berselang, pihak kepolisian berhasil menciduk empat pelaku pembunuhan dua wanita itu di lokasi berbeda. Keempat tersangka itu yakni, JM (24), AS (43), AG (37) dan CL (33). Mereka kini sudah meringkuk dalam sel tahanan Polres Kendari adalah
Sementara,
Zulfan Pelanggo, kuasa hukum Marlon
Nababan alias ucok, suami dari korban pembunuhan Nur Hasanah menegaskan,
uang senilai Rp 5 juta yang diterima
AKBP Ramses dari Andi Samsuddin adalah Gratifikasi.
“ Uang 5 juta itu sudah termasuk gratifikasi
atau hadiah dari seorang makelar kasus yakni Andi Samsuddin, jadi Kapolda
Sultra harus memproses oknum perwira karena telah melanggar aturan dan sumpah
jabatan. Kapolda tidak bisa menganggap itu hal sepele, agar komitmen Polri
untuk pemberantasan markus betul-betul ditunjukkan,” ungkapnya.
Desakan
untuk mengusut keterlibatan oknum perwira dalam kasus ini juga mengundang
protes elemen mahasiswa yang tergabung Barisan Muda Mahasiswa (BMM) Univesitas
Halu Oleo (UHO) Kendari. Mereka menggelar aksi demo di Mapolda Sultra, Jumat
(29/11/2013).
Puluhan
mahasiswa itu mendesak Kapolda Sultra, Brigjen Pol Arkian Lubis untuk memeriksa
pejabat Polda Sultra AKBP inisial RM yang diduga terlibat dalam kasus
penyuapan.
“ Kami
juga meminta kepada Kapolri dan Kompolnas untuk segera mengeluarkan instruksi
ke Kapolda Sultra untuk memeriksa RM, menyusul dugaan keterlibatannya dalam
kasus perkara penangguhan penahanan sehingga menyebabkan terbunuhnya dua wanita,”
ungkap Sugiono selaku Korlap dalam orasinya.
Menurutnya, dalam kasus ini
masyarakat melihat adanya dugaan kuat terjadi makelar kasus (Markus) yang
bergentangan di sekitar polda Sultra. Mereka tak bekerja sendiri, tetapi
bekerjasama dengan oknum polisi.
“ Seharusnya kasus ini menjadi
momentum bagi Kapolda Sultra yang baru, Brigjen Pol Arkian Lubis untuk melakukan
pembersihan secara menyeluruh di lembaganya. Praktik markus, pungli, semuanya
harus diberantas untuk membangun citra dan wibawa kepolisian,” kata
Sugiono.
Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Sunarto dan Kasat Reskrim Polres Kendari, AKP Agung Basuki yang menerima dihadapan pengunjukrasa menjelaskan, Pihaknya terus mendalami perkara ini.
Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Sunarto dan Kasat Reskrim Polres Kendari, AKP Agung Basuki yang menerima dihadapan pengunjukrasa menjelaskan, Pihaknya terus mendalami perkara ini.
“ Siapapun yang terlibat dalam
perkara itu, harus diproses secara hukum. Saat ini penyidik masih bekerja mengumpulkan
bukti, bukan hanya pengakuan dari tersangka atau saksi tentang dugaan
keterlibatan seorang polisi berpangkat AKBP,” terangnya.
Namun demikian tambah Sunarto, hingga kini pihaknya belum menemukan fakta hukum adanya keterlibatan perwira itu.
Namun demikian tambah Sunarto, hingga kini pihaknya belum menemukan fakta hukum adanya keterlibatan perwira itu.